Pustaka Daerah Aceh Tamiang, Sebuah Pengenalan
Tak ada angin, tak ada hujan, bumi gonjang ganjing, langit pontang panting - walalupun tadi langit sempat mencurahkan rahmat Ilahi - hari ini saya seorang pengganguran sarjana muda mengawali aktivitas hari (keluar rumah) dengan berkunjung ke sebuah pustaka milih pemerintah Aceh Tamiang. Sebenarnya tak ada niat yang dikhususkan untuk pergi ke perpustakaan hari ini, hanya saja ketika tadi seorang teman menelepon saya dan bertanya dimana saya berada, tanpa pikir panjang saya katakan saya ingin pergi ke perpustakaan, dan seakan tak percaya teman tersebutpun terbata-bata dan ternaganga-nganga, walaupun saya tidak tahu persis bagaimana rupanya saat itu diseberang sana.
Sedikit banyak, mungkin iklan layanan masyarakat yang mempromosikan perpustakaan sebagai "rumah kedua" kita, memancing keingintahuan saya mengenai kondisi dan keadaan perpustakaan tersebut. Walaupun saya tahu, tempat perpustakaan yang ditayangkan diiklan tersebut bukanlah perpustakaan di tempat saya berada. Namun tetap saja, saya pergi ke gedung yang konon katanya memiliki koleksi lembaran-lembaran pengetahuan yang siap untuk "ditelanjangi" satu per satu isi dalamnya.
Tanpa persiapan yang memadai, yang hanya dilengkapi oleh kaos dan celana jeans, serta jaket dan helm, dan tak lupa pula saya mengenakan sepasang sendal (masa nyeker bos?!) sayapun memacu laju kendaraan saya dengan kecepatan sedang layaknya seorang dewasa yang wajar dalam berkendara. Kurang lebih 8 menit saya tiba di gedung perpustakaan daerah tersebut.
Sayapun memarkir kendaraan ditempat yang disediakan, dan memasuki perpustakaan melalui pintu kaca yang terbuka sebagian (mau lewat jendela tapi gak dibuka!). Selintas, saya terawangi sekeliling ruangan depan pustaka, yang juga tersedia meja resepsionis serta lemari besar tempat meletakkan bawaan bagi pengunjung. Sayapun dipersilahkan untuk mengisi buku tamu, yang pada salah satu kolomnya saya mengisi status saya sebagai Pelajar - aneh mungkin jika saya isi dengan pengganguran sarjana muda - dan itu merupakan sebuah status yang sangat mencerminkan seorang manusia. Karena, seberapapun tuanya, setinggi apapun pangkatnya, sekaya apapun majikannya, setampan apapun rupa saya, tetaplah seorang manusia diciptakan untuk terus belajar hingga akhir hayat tiba.
Sejurus kemudian, saya bertanya kepada petugas pustaka, dimana letak buku-buku fiksi berada. Lalu, kakak tersebut menunjukkan bahwa buku-buku yang saya inginkan berada di lantai dua, melangkahlah saya ke lantai tersebut. Suasana pustaka sekitar jam 11 menjelang tengah hari memang sedikit lengang, belum lagi hari ini adalah hari selasa, praktis hanya pegawai, mahasiswa, serta orang-orang yang tidak sedang bekerja saja yang ada - saya tetap bekerja, yakni mempelajari dunia dengan membaca! (yeah!!). Di lantai dua, diruangan yang bernuansa dingin akibat pengaruh dari air conditioner hanya terdapa tumpukan buku-buku yang tersusun rapi dan dua orang gadis muda, saya tidak tahu siapa dan mereka darimana, yang jelas sedang membaca sembari bercerita.
Kesan saya sesaat saya memasuki ruangan tersebut tidaklah seperti gambaran pustaka di film-film telenovela, nuansa sedikit ricuh serta ocehan beberapa orang masih terdengar jelas ditelinga. Sejuruh kemudian, sayapun mencari buku-buku fiksi yang ingin saya baca, sayapun menghampiri bagian Kesusasteraan Indonesia. Awalnya saya ingin mencari buku-buku karya Andrea Hirata, namun tidak terdapat disana - yang mungkin sedang dipinjam - dan akhirnya saya mengambil sebuah novel Tere Liye dan Erditya Arfah. Hemat saya, dua buku ini mungkin bisa saya selesaikan sekali jalan dalam beberapa jam kedepan.
Kondisi Ruangan Pustaka di Lantai Dua |
Saya mengambil ruangan yang terpisah dari kedua wanita tersebut, karena ingin menikmati kesendirian ketika mendalami lembaran-lembaran cerita. Saya mengedarkan pandangan sejenak di ruangan tempat saya akan membaca, memandangi beberapa fasilitas umum yang tersedia, dimana terdapat beberapa perangkat desktop PC yang tidak dinyalakan, sungguh disayangkan saya pasti senang untuk berlama-lama disini jika bisa mengakses dunia maya - walaupun sebenarnya tersedia jaringan hotspot untuk berselancar ria. Terdapat juga sebuah AC sebagai ujung tombak pendingin suhu ruangan disana.
Spoiler Tambahan:
Nah, agaknya ini adalah sepenggal cerita - berikut beberapa gambar - mengenai pengenalan pustaka daerah di provinsi Aceh Tamiang, namanya juga pengenalan belaka, dan masih akan adalagi beberapa cerita nantinya, mengingat saya akan mendaftarkan diri sebagai member tetap jika ada kesempatan secepatnya. Jika mengingat iklan layanan masyarakat mengenai sosialisasi pustaka, yang menyatakan "jadikanlah pustaka sebagai rumah kedua kita", agaknya keadaan pustaka di tempat saya belum dapat mengakomodir slogan yang dipakai diiklan tersebut, karena seandainya benar begitu harusnya setiap pustaka dilengkapi dengan dapur (minimal kantin) dan tempat tidur (minimal permadani) untuk melengkapi sebuah gedung hingga dapat dikatakan sebagai rumah - asli, ini pendapat saya.
@Julian: sip, selain itu ajak juga putra putri Tamiang buat rajin ke pustaka, yah kalo pun nanti pusatakanya udah bagus kan sayang kl sepi pengunjung, thanks mbak, salam :)
BalasHapus