Elegi Bus Malam

Ah, bus. Salah satu jenis sarana transportasi yang sangat dikenal dikalangan masyarakat Indonesia, dan saya khususnya. Mungkin sudah tidak terhitung lagi berapa kali sudah saya merasakan sensasi dalam mengarungi perjalanan dengan salah satu jenis transportasi ini.

Anda - anyone? - mungkin juga salah satu pengguna setia jenis transportasi ini jika ingin berpergian antar lintas kota maupun provinsi? Atau mungkin sebagian dari anda tidak pernah sama sekali menggunakannya, entahlah semua itu hanya anda - anyone? - yang mengetahuinya. Terlepas dari semua alasan, saya memiliki kisah tersendiri mengenai sebuah perjalanan yang saya lakukan dengan menggunakan sebuah bus, dan kebetulan dimalam menjelang pagi hari.

Saya, yang berada di Banda Aceh diharuskan untuk segera kembali ke Langsa karena ada pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan, dan bersifat urgent. Jadilah saya, yang ketika malam tanggal 18 di bulan Oktober tersebut harus segera mencari transportasi yang dapat mengantarkan saya, sehingga ketika siang tanggal 19-nya saya sudah berada di kantor.

Acara pengukuhan insan kopi yang saya ikuti disini selama 2 hari belum secara resmi ditutup oleh pihak penyelenggara, namun pukul 11 saya sudah dihubungi oleh sekretaris kantor untuk segera kembali ke tanah tempat saya mengais rezeki. Setelah segala persiapan yang menyangkut dengan dokumen-dokumen selesai saya tangani, dan semua itu menguras waktu saya sekitar 1 jam, sayapun bergegas untuk mencari sarana transportasi yang masih beroperasi ditengah kegelapan malam yang masih menyisakan beberapa gumpalan awan mendung yang sedari tadi puas menumpahkan airnya ke bumi.

Kurang lebih 45 menit saya menunggu kendaraan yang melintas di jalan raya Medan-Banda Aceh, dan tak satupun saya berhasil menangkap adanya pergerakan yang menembus dinginnya malam. Sementara waktu terus bergulir dan malampun semakin larut.

Mungkin dikarenakan guyuran hujan yang sejak sore tadi mengguyur kota Banda Aceh dan sekitarnya, sehingga sayapun tidak bisa menemukan warung kopi yang masih buka, yang biasanya tersedia hampir 24 jam sehari melayani insan pecinta kopi di ranah serambi mekkah ini.

Arloji di tangan saya sudah menunjukkan pukul 1.15 dini hari, pikir saya pastilah tidak ada lagi kendaraan yang akan melintas. Sayapun bergegas meraih smartphone yang berada di saku jas hitam, yang tak sempat saya ganti lantaran tuntutan urgensi, untuk menghubungi sekretaris dan mengatur ulang jadwal pertemuan yang besok siangnya akan berlangsung.

Namun, mata saya tiba-tiba menagkap semburat cahaya putih yang menerobos pekatnya kabut malam. Sekilas saya melihat sesosok mobil besar yang setelah sekian detik saya cermati ternyata adalah bus, ya benar sebuah bus. Terima kasih Tuhan, dalam hati saya bergumam.

Saya tak dapat melihat dengan jelas nama armada dan plat nomor polisi bus tersebut, berhubung mata saya juga terasa amat berat karena 2 harian digempur dengan segudang aktivitas yang menguras tenaga, baik fisik dan pikiran saya.

Sayapun melambaikan tangan dengan tetap menggenggam smartphone saya, sehingga supir bus tersebut dapat menyadari kehadiran saya, bathin saya. Gayung bersambut, bus berhenti 5 meter dari jarak saya berdiri.

Seketika pintu terbuka, sayapun menaiki 3 anak tangga kecil yang tersedia lalu bertanya kepada supir kemana arah bus ini nantinya. "Medan" supir tersebut menimpali. Bagus, saya lalu berkata "saya berhenti di kota Langsa, pak". Supir tersebut mengiyakan dan menyuruh kernetnya, yang baru saja keluar dari kamar kecil, untuk mencarikan saya tempat duduk. Bus tersebut setengah penuh, dan kebetulan saya mendapatkan 2 bangku kosong yang berada sedikit ke belakang. Bangku no. 15 saya rasa, karena pencahayaan yang sedikit temaram saya tidak melihat dengan jelas.

Jarak sekitar 440an kilometer akan dapat memberikan saya waktu untuk sedikit menyimpan tenaga untuk menghadapi hari esoknya. Berhubung waktu juga yang telah sangat larut dan juga mata saya - yang sedari saya melangkahkan kaki ke dalam bus - terasa berat untuk untuk tetap terjaga, tak lama setelahnya sayapun terlelap. Jatuh kedalam mimpi ditemani aura dingin yang dihembuskan oleh air conditioner di dalam bus.

Sebelum telelap, saya sempat mengedarkan pandangan kearah penumpang yang telah berada di dalam bus, tak ada yang masih terjaga pikir saya, balutan selimut putih menutupi tubuh-tubuh yang diam dalam tidur, pikir saya.

Tidur saya teramat sangat nyenyak, saya tak terusik oleh suara klakson yang biasanya dibunyikan supir bus ketika melintasi jalan, dalam keadaan tidur yang sangat nyaman tersebut saya tidak mendapatkan mimpi yang biasa menjadi teman tidur saya. Hanya nyaman dan sepi, itulah perasaan yang saya dapatkan dalam tidur saya.

Guncangan kecil di bahu membangunkan saya, dengan sedikit agak malas sayapun berusaha membuka mata. Kernet pria yang sedari tadi berada di samping saya berkata "kita telah tiba, pak" timpalnya. Dengan sedikit memberikan tambahan tenaga, saya membuka kelopak mata yang terasa begitu beratnya, sayapun mengiyakan dan bergeliat untuk bangkit. Tenaga saya sudah setengah pulih, sayapun mengedarkan pandangan kembali kearah para penumpang di dalam bus. Rata-rata masih terlelap, pikir saya.

Pak supir menghentikan laju bus, meminggirkan benda besar tersebut agak ke tepi jalan besar yang secara singkat saya kenali sebagai jalan lintas Medan-Banda Aceh, di kota Langsa. Setelah mengeluarkan uang sejumlah seratusan ribu, sayapun turun dari bus. Terlihat merk bus Perkasa, bernomor polisi BK 4540 AA, sepintas ketika saya berdiri di samping jalan raya. Akhirnya saya tiba.

Sayapun menelepon ujang, OB kantor yang telah saya kontak sebelumnya untuk menjemput saya. Dengan suara sedikit ngelantur ia berkata di seberang sana "Imhyaa pak, sudah nampee bphakk? Sayaa cuci muka dulu dan segera khe tempat bphakk" jawabnya. Tumben ujang masih tertidur, biasanya setiap pagi dia sudah sedia "bertempur" dengan misi kerjanya. Begitu pikir saya.

Sayapun singgah di kedai kopi tak jauh dari jalan raya, memesan segelas teh hangat untuk sedikit menambah stamina tubuh. Bapak tua pemilik warung tersebut tergopoh-gopoh melayani pesanan saya, sejurus kemudian dia menghidupkan layar televisi kedainya.

Saya tak mengingat siaran berita pagi yang diputarnya, sayapun baru tersadar jika jam baru menunjukkan pukul setengah 5 pagi, sejurus kemudian sang pembawa berita menampilkan laporan kecelakaan lalu lintas yang terjadi dini hari tadi sekitar pukul 1.15 yang terjadi di kawasan Simpang Surabaya, Banda Aceh. Tertera di layar kaca, sebuah armada bus Perkasa dan bernopol BK 4540 AA. 15 penumpang berikut supir dan kernetnya ditemukan sudah tak bernyawa.

Nb: Tulisan dibuat ketika dalam perjalanan dari Banda Aceh menuju Kuala Simpang, karena efek perjalanan banyak kata yang harus diedit ulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melanjutkan Studi Doktoral dan (Kebimbangan) Memilih Topik Penelitian Bagian 1

Hidup dan Beradaptasi

“Short Time” di Kuala Lumpur