Pour Over ala Kèrè..

Kopi, merupakan jenis minuman yang telah menjadi teman bersantai dikalangan masyarakat Dunia umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya.Kopi sendiri, sangat mudah ditemukan disetiap sudut kota, bahkan di desa-desa juga banyak terdapat kedai-kedai (Warkop) yang menjajakan kopi bagi siapa saja yang ingin menikmatinya. Minum kopi menjadi semacam 'ritual' yang kerap dilakukan oleh para penggila-penikmat- kopi sebelum menjalani aktivitas sehari-hari, bahkan banyak orang yang saya ketahui tidak bisa melewati hari tanpa kopi, dan saya termasuk salah satu didalamnya.

Banyak jenis kopi yang dijajakan diluar sana, baik yang dihidangkan secara modern, menggunakan semacam rangkaian besi dan alumunium, atau terkadang juga mengandung bahan plastik dan karbon, yang telah dirangkai dan dipersenjatai dengan mekanisme secara khusus hanya untuk menghidangkan secangkir kopi, 'robot' ini dioperasikan secara manual, semi-manual, bahkan ada yang otomatis dengan bantuan daya dari listrik. Dilain pihak, ada juga penyajjian kopi yang sangat tradisional, yang dibutuhkan hanyalah sesendok-makan atau teh, tergantung selera- bubuk kopi dan disiram dengan air mendidih yang ditanak diatas kompor. 

Disamping beragamnya cara penyajian kopi, ada juga cara penyajian kopi yang sangat super praktis, cukup membeli kopi yang telah dikemas seharga seribu-an rupiah, lalu tinggal diseduh dengan air panas yang ditanak dengan dispenser, simple yet joyful.

Dalam kesempatan kali ini, saya ingin membahas tentang cara penyajian secangkir kopi dengan teknik Pour Over, saya membaca teknik ini disebuah blog lokal yang mengulas tentang serba-serbi kopi dan cara penyajiannya, yang dapat dibaca disini serta disini. Membaca blog tersebut, saya benar-benar merasa 'tersihir' untuk menikmati segala bentuk penyajian kopi yang sangat menggugah selera, pemilik blog tersebut bisa saya katakan sebagai master praktisi penyajian kopi. 

Namun, kendala yang saya, sebagai penggangguran sarjana muda, alami untuk mendapatkan berbagai macam alat penyajian yang dipaparkan oleh mas Toni Wahid, adalah kendala klasik. Yeah, it's the money baby. Apalah daya saya, yang seorang fresh graduate, yang baru beberapa minggu lalu 'dirampok' oleh instansi kampus demi melunasi segala macam administrasi sebelum saya benar-benar bisa hengkang dari tempat tersebut. Mengingat untuk mendapatkan medium untuk merasakan nikmatnya penyajian kopi dengan melihat tetes demi tetes cairan hitam pekat jatuh ke dalam cangkir yang berada dibawahnya, membutuhkan nominal yang lumayan ratusan ribu-nya. Tentu saja menjadi pukulan tersendiri bagi saya. Apakah saya tidak bisa menikmati sensasi tersebut? Bagaimana rasanya kopi yang dibuat menggunakan cara dan alat tersebut? Kenapa dunia ini bulat?? Ada apa dengan suster kramas??? serta berjuta pertanyaan yang timbul yang menghujam pikiran dan hati saya.

Saya tetap membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat, hingga seluruh artikel tersebut saya selami dan maknai, hingga dapat saya simpulkan, yang dibutuhkan untuk menyajikan kopi dengan cara tersebut adalah sebuah wadah untuk meletakkan saringan (filter) yang nantinya cairan kopi akan melewatinya, dan tentu saja (filter) itu sendiri. Hanya dengan dua alat tersebut, saya bisa menyajikan kopi dengan teknik Pour Over.

Hati yang terus bergejolak, jiwa yang tidak bisa ditenangkan, hingga pikiran yang terus menerus mencari semacam solusi yang bisa saya lakukan. Menimbang di kampung halaman saya tidak-atau saya yang tidak tahu- ada penjual alat sejenis, serta jika harus pergi ke kota besar belum tentu saya dapat membelinya. Terlintas dalam benak, bagaimana kalau saya membuatnya?

Setelah ide tersebut muncul, saya berusaha mencari alat-alat yang berada di dapur untuk di'sulap' menjadi mediumnya. Terlihat oleh saya sebuah botol minuman bersoda yang tak terpakai lagi di dalam kotak disalah satu sudut dapur rumah saya, lalu saya juga membutuhkan sebuah filter yang bisa digunakan sebagai penyaring kopi tersebut. Dari artikel yang saya baca, filter tersebut terbuat dari sejenis kain katun, dan saya berusaha untuk mencari jenis kain seperti ini di rumah. Karena tidak berhasil, saya meminta sedikit bahan kain dari tetangga sebelah, yang kebetulan berprofesi sebagai penjahit pakaian.

Medium telah saya rangkai sedemikian rupa, serta filter yang dibutuhkan sudah saya dapatkan, yang mana sebelumnya kain tersebut saya rebus dengan air mendidih selama beberapa menit untuk menstreilkannya dari sisa-sisa pewarna pakaian dan kuman-kuman. Dan terangkailah sebuah medium seperti dibawah ini:
Setelah itu, saya baca lagi langkah demi langkah untuk dapat menyajikan kopi dengan teknik ini di blog tersebut, dan saya lakukan langkah-langkah tersebut. Dimana setelah memiliki mediumnya tinggal memasukkan bubuk kopi yang telah dipersiapkan, mengingat saya tidak memiliki biji kopi utuh serta grinder tentunya, maka saya menggunakan bubuk kopi hasil gilingan  kedai kopi dengan tag-name Ulee Kareng. Untuk membuat takaran kopi yang dimasukkan ke dalam filter, saya menakarkan satu sendok makan bubuk kopi ke dalam filter. Lalu saya lakukan langkah selanjutnya:
Untuk menjaga konsistensi panas air yang digunakan, setalah menuangkan air sedikit demi sedikit ke filter dan menunggu setidaknya 30 detik, panci air kembali saya panaskan menggunakan kompor, mengingat saya juga tidak memiliki pengukur suhu panas yang proporsional. Pokoknya ini benar-benar kerjaan seorang penggangguran sarjana muda sejati, yang dalam kesehariannya belum konsistensi menghasilkan beberapa penny. Dan ini ketika drip demi drip yang dinantikan serta ditunggu-tunggu, jatuh untuk memenuhi cangkir yang telah saya sediakan:
Dengan bantuan gravitasi bumi, yang melakukan gaya tariknya dengan sempurna tanpa cela. Akhirnya, setelah 3 menit berlalu, dengan sempurna cairan hitam pekat yang telah ditunggu-tunggu dapat memenuhi cangkir yang sedari tadi dengan setia menunggu belahan jiwanya dapat memenuhi kekosongan dalam dirinya. berikut sedikit tampilannya sedetik cairan tersebut sukses memenuhi cangkir kosong yang telah dideklarasikan menjadi secangkir kopi.
Hingga pada akhirnya, buah kesabaran tersebut benar-benar terpenuhi. Walaupun hanya untuk sekedar menikmati sensasi pembuatan kopi dengan teknik ini, saya benar-benar menikmati semua proses yang berada didalamnya. Serta sensasi tersebut, juga dapat menimbulkan cita rasa kopi yang sedikit berbeda, dari pada ketika saya hanya menyeduhkan air panas kedalam cangkir untuk membuat kopi. Mungkin, memang cara spartan yang saya lakukan tidak dapat diterima oleh pakar-pakar kopi dalam hal penyajian kopi, yang membutuhkan presisi, konsistensi, dan berbagai macam sisi untuk membuat secangkir kopi. Akan tetapi, dibalik itu semua saya cukup menikmati sensasi ini.
Dan inilah, yang menjadi teman saya dalam merangkai setiap kata untuk menulis artikel disore hari ini, sedikit cemilan yang saya beli selepas shalat zuhur tadi menjadi teman dalam menikmati cita rasa kopi yang saya buat dengan sedikit spartanisasi. Namun, jika nantinya saya memiliki beberapa peny dan saya kebetulan berada di tempat yang menjajakan medium untuk pembuatan kopi dengan teknik penyajian ini, bukan tidak mungkin saya akan membelinya. Tetapi, untuk sementara beginilah Pour Over ala Kèrè..






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melanjutkan Studi Doktoral dan (Kebimbangan) Memilih Topik Penelitian Bagian 1

TOEFL iBT dan sebuah perkenalan dengan NAK

Hidup dan Beradaptasi