Tak Ada Sesuatu yang Instan

Berawal dari realita yang belakangan ini harus saya hadapi, saya kembali tersadar setelah berulangkali mengkaji sebuah kata berikut pemaknaannya, yakni kata Instan.

Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional tahun 2002, kata Instan bermakna; langsung (tanpa dimasak lama) dapat diminum atau dimakan. Jika merujuk pada kondisi sosial-masyarakat, kata instan kerap terdengar dalam berbagai situasi dan kondisi, saya ambil contoh Kesukses Instan. Instan disini, tidaklah berarti sedang memasak sesuatu untuk diminum atau dimakan, ya walaupun memakan atau meminum itu sendiri dapat juga dipandang sebuah kesuksesan jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Namun, Instan disini lebih cenderung kepada mengerjakan sesuatu kegiatan yang sangat ringkas, sangat singkat, atau sangat cepat.

Nah, kebetulan saya, beberapa bulan kebelakang ini mulai terkena virus-virus serba instan. Mungkin karena terlalu larut dalam realita, sepertinya memberikan pengaruh besar kepada saya, dimana saya ingin sekali menunjukkan hasil dalam usaha (project) yang sedang saya garap, dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Namun, seperti yang saya alami beberapa waktu yang lalu, saya sempat terhempas oleh getirnya pengalaman dan pahitnya kenyataan. Salah satu usaha saya terancam gagal. Adapun pada hakikatnya, usaha (project) yang saya garap, cenderung membutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam menjalaninya. Yah, memang seharusnya setiap pekerjaan membutuhkan hal tersebut, namun ya itu tadi, saya sudah terjangkit virus-virus realis, pragmatis. Hampir-hampir sisi idealis saya terpinggirkan oleh kejadian-kejadian tersebut.

Mengenai salah satu Project saya misalnya, yang mana saya memiliki impian untuk dapat merubah Sistem Pendidikan yang ada di Indonesia. Sehingga, setidaknya, sistem dapat fleksibel dan menghargai keberagaman dari setiap anak. Dalam hal ini, tempo lalu, saya cenderung ingin cepat tuntas. Padahal hakikatnya yang namanya membangun dan merubah itu adalah dua sisi kegiatan yang harus dijalani dengan kesabaran. 

Saya tersadar, ketika saya membuka kembali buku-buku bacaan yang tidak berkaitan dengan project-project yang saya garap, buku-buku fiksi misalnya, kembali menikmati beberapa waktu untuk menonton film-film, mendengar lagu-lagu, hingga sekedar lari selepas shubuh yang kira-kira, hampir 2 bulan lebih tidak saya nikmati sebagaimana dulunya. 

Saya kembali teringat dengan idealisme yang saya tanamkan semenjak menyandang gelar Sarjana Muda. Saya bertekad dan mengimpikan dapat memberikan perubahan di Dunia Pendidikan dan Ekonomi Masyarakat di sekitar saya, setidaknya saya bakal terus berusaha melakukannya walaupun membutuhkan belasan tahun lamanya, ya saya ingin bereksperimen dengan kehidupan saya.

Sejak saat-saat itu, saya mulai memelankan tempo permainan, mulai menapaki satu persatu jalan yang harus saya tempuh dengan perlahan, seiring dengan semakin memperbanyak permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk tetap membimbing dan meneguhkan saya dalam setiap langkah, yang InsyaAllah, baik kedepannya.

Saya teringat dengan sepenggal anekdot "Sesungguhnya, tak ada yang instan di dunia. Bahkan sebungkus mie dengan brand instan sekalipun, membutuhkan beberapa waktu untuk dapat dinikmati. Bahkan untuk sekedar membuka bungkusan mie beserta isi dan bumbu-bumbunya, benar-benar membutuhkan beberapa belas detik waktu".

Yah bagaimanapun, rasanya Tak Ada Sesuatu yang Instan. Setidaknya, saya kembali tersadar. Dan tulisan ini, saya buat untuk kembali menyadarkan saya, setidaknya jika saya terlanjur terlena, saya dapat menatap dan membaca kembali tulisan ini.

#NowPlaying Marina & the Diamonds - Are You Satisfied?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melanjutkan Studi Doktoral dan (Kebimbangan) Memilih Topik Penelitian Bagian 1

Hidup dan Beradaptasi

Rokok dan Saya