Keharusan Revolusi dalam Kinerja Seorang Guru

Oke, pembahasan dalam tulisan kali ini masih berkaitan dengan poin-poin yang saya dapatkan ketika mengikuti pelatihan di Bandung tempo hari. Seperti yang saya paparkan dalam artikel sebelumnya, banyak saya temukan poin-poin yang menarik pada kesempatan tersebut, walaupun penyampaian materinya diluar pembahasan materi utama.

Saya berencana untuk melakukan tulisan secara estafet, mungkin satu atau dua artikel akan saya tuliskan dengan pembahasan seputar kajian dan masalah pendidikan yang dipaparkan pada acara tersebut, dan ini sangat menarik untuk dibahas bagi kaum "revolusioner" pendidikan. Berhubung jurusan dan pokok kerja yang saya geluti berada dibidang Pendidikan Kebutuhan Khusus, serta seting acara tersebut secara keseluruhan adalah tentang Peran Pendidik (Guru) Khusus, maka pembahasannya juga akan dimulai dalam rangka Pendidikan Kebutuhan Khusus itu sendiri. Namun, saya tidak menafikan konteks Pendidikan secara umumnya.

Seperti pada pembahasan artikel sebelumnya, dari situ dapat kita cermati bahwa Sistem Pendidikan di Indonesia disadari atau tidak telah mencederai makna Pendidikan itu sendiri, dan korban utama yang merasakan akan "Kejam"nya sistem tersebut adalah siswa/peserta didik itu sendiri, karena mereka merupakan objek dari pendidikan. Dari pembahasan sebelumnya dapat juga kita pahami bahwa guru, sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan dan pembelajaran telah terkekang bahkan kewenangannya dalam mengontrol dan mendesain materi belajar secara kreatif dan inovatiof telah terpancung, luluh lantak tak berjejak. Mungkin terdapat sebagian guru yang telah berusaha untuk mengimbangi tidak terjabak dalam kondisi itu, yang tidak larut dalam kesemrawutan sistem pendidikan kita, yang telah berusaha untuk memompa semangat mendidik yang komprehensif dan kolaboratif. Namun sayangnya disini kita membahas dalam skala umum.

Pada salah satu sesi diacara tersebut, seorang PhD dalam Pendidikan Luar Biasa memaparkan kondisi-kondisi yang sangat disayangkan terjadi serta berlarut-larut dalam Sistem Pendidikan seperti yang kita lihat sekarang ini. Dan celakanya, sepertinya tidak ada gairah perbaikan dan perubahan secara signifikan yang dilakukan oleh Pemerintah cq. Menteri Pendidikan dalam menanggapi hal ini.

Beliau menyampaikan, jika di Negara-negara yang kita sebut sebagai "Negara Maju", setiap pekerjaan itu terdapat SOP (Standard Operational Procedure), termasuk profesi guru/pendidik, sehingga semua yang dilakukan itu runut dan sistematis serta terdapat evaluasi dari pelayanan yang diberikan. Ini bukan berarti menghilangkan sama sekali kreatifitas dari masing-masing guru itu sendiri, melainkan berupa acuan prosedural dalam memberikan layanan pendidikan dan pembelajaran kepada peserta didik.

Layaknya seorang dokter, misalnya, yang melakukan prosedur anamnesis, serta melengkapinya dengan pemeriksaan fisik jika memang diperlukan dan mendiagnosa penyakit serta memberikan solusi berupa obat atau terapi yang harus dijalani oleh pasien. Beliau memisalkan SOP seperti itu patut diadopsi juga dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran oleh guru di negara kita. 

Asesmen dan Intervensi berdasarkan masing-masing siswa/anak adalah nilai jual yang, jika dapat dikatakan setara, dengan Anamnesis dan Diagnosa serta Layanan Terapi yang dilakukan oleh Dokter kepada pasiennya. Jika didunia medis, seorang pasien yang berobat kepada seorang dokter tak kunjung sembuh, sang dokter pastilah mengulangi diagnosa dan melakukan pemeriksaan penunjang tentang penyakit yang dialami itu, serta memberikan obat/tindakan terapi yang harus dijalani pasien. Nah prosedur-prosedur seperti ini harusnya juga berlaku dalam dunia pendidikan untuk menentuka permasalahan serta jalan keluar yang sesuai dengan masalah itu, yang dieksekusi oleh para guru, apalagi guru pendidikan khusus.

Memang, terdapat Rencana Program Pembelajaran serta Evaluasi Pembelajaran dalam dunia keguruan, namun itu sebatas memecahkan soal yang tersaji dalam buku teks pelajaran. Sisi nilai serta tujuan dari pembelajaran materi, makna soal yang harus dipecahkan, moral yang dapat dipetik, hingga hal-hal penting lainnya cenderung diabaikan. RPP dan Evaluasi tersebut cenderung hanya mementingkan angka 1 sampai 100. Tak jarang, siswapun "bertempur" hanya untuk memenuhi target angka-angka tersebut, dan menyebabkan mereka lebih cenderung untuk pragmatis dalam menjawab sebuah persoalan. Ini salah satunya yang mencederai makna pendidikan itu sendiri.

Lalu bagaimana dengan perubahan Kurikulum? Hah, Kurikulum yang terus berubah-ubah layaknya kondisi galau remaja tanggung ketika ditinggalkan pujaan hatinya itu diharapkan dapat memberikan perubahan yang signifikan? Itu adalah kesalahan sistematis yang terjadi selanjutnya. Dan juga, perubahan kurikulum itu tidak memberikan dampak yang berarti dalam prakteknya dilapangan, ini disebabkan kondisi guru yang telah "terjajah" dan "terdoktrin" hanya untuk mencapai kebutuhan angka-angka tersebut.

Dan terakhir harus ada revolusi yang terjadi dalam menanggapi fenomena-fenomena ini, setiap guru yang cenderung "Revolusioner" harus menggalang perubahan dan berusaha untuk tidak terjebak dalam mekanisme kesesatan sistem seperti saat ini. Lalu bagaimana dengan guru-guru oldschool dan cenderung enggih-enggih wae? kata pakar tersebut "silahkan eksekusi di tempat!" *gemuruh tawa ruangan membuncah seketika itu*

Memang proses perubahan ini tidak akan terjadi dalam waktu yang singkat, bisa jadi perubahan yang seharusnya terjadi itu baru dapat dinikmati oleh anak, cucu, atau bahkan cicit kita nantinya. Namun, agaknya hal tersebut tidak mengurangi usaha kita untuk mewujudkan perubahan itu. Setidak-tidaknya kita mati untuk mencoba membawa perubahan tersebut. Inilah salah satu Keharusan Revolusi dalam Kinerja Seorang Guru. 

Komentar

  1. Ow ternyata itu dibalik pendidikan pendiktean ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. perang revolusi ini tak sebatas orasi maya belaka. Gerakan kita juga nyata, dan harus menyeluruh! yoga guru juga? :D

      Hapus

Posting Komentar

Dipersilahkan tanggapannya

Postingan populer dari blog ini

Melanjutkan Studi Doktoral dan (Kebimbangan) Memilih Topik Penelitian Bagian 1

Hidup dan Beradaptasi

Rokok dan Saya